Senin, 23 Maret 2015

The Art of Dying

Bayangkan kita diberi uang dg jumlah tertentu. Tapi setiap detik kita harus mengeluarkan uang itu. Kita bebas memilih mengeluarkan uang itu untuk apa. Ada yg mengeluarkan uang itu untuk membeli barang yg membahayakannya, ada yg membuang begitu saja uang itu, ada pula yg mengeluarkan untuk barang yg bermanfaat.

Mungkin kita akan mengatakan bahwa orang yg membuang uang atau yg membelanjakan uang mereka untuk sesuatu yg membahayakan adalah orang yg bodoh. Sudah dikasih modal, tetapi mengapa modal itu malah dihabiskan sia-sia bahkan dibelanjakan untuk sesuatu yg membawa petaka bagi masa depannya.

Namun kita tak sadar bahwa usia kita jauh lebih berharga dari sekadar uang. Usia kita adalah modal dari Allah untuk mencari bekal yg bisa kita bawa untuk perjalanan hidup yg sangat panjang. Setiap detik hakikatnya kita sedang melepaskan satu per satu dari seluruh modal usia kita. Kita kadang lupa bahwa tiap detik sebenarnya kita sedang berjalan menuju titik nol. Ajal.

Nonton sinetron penting nggak? Nonton infotaiment penting nggak? Ngobrol ngalor ngidul tak jelas dg temen penting gak? Berjam-jam nonton film, dengerin musik, keliling mall, penting nggak? Jawablah dalam hati. Lalu renungkan, bukankah begitu sering kita memboroskan usia untuk hiburan, padahal tidak setiap saat jiwa butuh dihibur.

Yg perlu kita tumbuhkan adalah kesadaran bahwa waktu yg terlewat tak bisa kita ulangi lagi. Maka hargailah waktu kita. Setiap detakan jantung, setiap hembusan napas, hakikatnya kita terus berjalan menuju satu titik yg bernama kematian. Maka jangan ada satu detik pun waktu kita terbuang untuk hal2 yg tak menghebatkan masa depan kita.

Mari berkompetisi dalam prestasi, dalam kebaikan, dalam kontribusi, dalam ibadah. Semoga Allah memberkahi sisa usia kita. Semoga kita bisa memanfaatkan usia kita untuk mengumpukan bekal sebanyak mungkin untuk kita bawa melanjutkan perjalanan yg masih amat jauh: alam barzah, padang mahsyar, shiratal mustaqim, hingga ke surga. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Akhmad Riyadi